Menelusuri Makna Term Fasād dan Relevansinya Terhadap Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan: Analisis atas Qs. Ar-Rum Ayat 41 Perspektif Tafsir Maqashidi
DOI:
https://doi.org/10.30631/qudwahquraniyah.v2i2.2420Keywords:
Fasād, Qs. Ar-Rum: 41, Tafsir Maqashidi, KARHUTLAAbstract
Maraknya peristiwa kebakaran hutan dan lahan (KARHUTLA) yang terjadi di Indonesia salah satunya disebabkan oleh faktor perbuatan manusia. Adanya penyebutan peran manusia sebagai penyebab kerusakan alam dan penggunaan term fasād dalam QS. Ar-Rum: 41, maka tulisan ini bertujuan meninjau lebih lanjut makna term fasād dan keterkaitannya dengan kerusakan alam, khususnya KARHUTLA. Oleh karenanya, pertanyaan yang diajukan dalam tulisan ini adalah apa yang dimaksud dengan hutan, lahan dan KARHUTLA?; bagaimana penafsiran term fasād dalam Al-Qur'an?; dan bagaimana analisis terhadap QS. Ar-Rum:41 dalam perspektif Tafsir Maqashidi dan keterkaitannya dengan kerusakan alam? Secara keseluruhan, tulisan ini tergolong penelitian kualitatif berbasis kepustakaan dengan pendekatan hifz al-bi`ah dalam Tafsir Maqashidi. Data primer yang digunakan berupa penafsiran QS. Ar-Rum/30:41, ayat-ayat lain yang mengandung term fasād serta informasi kasus KARHUTLA, sedangkan data-data sekunder berupa buku, jurnal, prosiding dan situs-situs resmi dengan tema yang sama. Adapun analisis dilakukan dengan kondensasi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan yang berlangsung secara bersamaan. Hasilnya, pembacaan terhadap fasād dalam QS. Ar-Rum/30: 41 melalui perspektif tafsir maqashidi dengan aspek hifdz al-nafs menunjukkan adanya urgensi peningkatan kesadaran diri dalam mencegah segala tindakan yang memicu KARHUTLA, dan aspek hifdz al-bī'ah menghasilkan pemahaman upaya perawatan lingkungan. Pembacaan dengan nilai al-‘adālah dan al-insāniyah, menghasilkan pemahaman akan keharusan bersikap adil kepada alam yang dengan tidak melakukan perusakan ketika mengambil manfaat dari alam. Sementara itu, melalui protective approach menghasilkan realisasi upaya pengendalian KARHUTLA oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berlandaskan hukum dan didukung pelibatan pihak-pihak tertentu, sedangkan productive approach memberikan tujuh tindakan proteksi diri.






